Kamis, 09 Mei 2013


PERUBAHAN FISIOLOGIS MASA NIFAS
      SUB POKOK BAHASAN
1.      Perubahan sistem reproduksi
2.      Perubahan sistem pencernaan
3.      Perubahan sistem perkemihan
4.      Perubahan sistem musculoskeletal
5.      Perubahan sistem endokrin
6.      Perubahan tanda-tanda vital
7.      Perubahan sistem kardiovaskuler
8.      Perubahan sistem hemotologi







1.      SISTEM REPRODUKSI
Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun perubahan fisik yang terjadi adalah : Pada masa nifas, alat genetalia external dan internal akan berangsur–angsur pulih seperti keadaan sebelum hamil.
A.       Perubahan Pada Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil , 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap etrofik pada wanita menyusui sekurang – kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali . Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina . kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat koitus ( dispereunia ) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya , introitus mengalami eritematosa dan edematosa , terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi . Perbaikan yang cermat , pencegahan , atau pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah dibedakan dengan introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomy hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomy dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi lain. Tanda – tanda infeki ( nyeri , panas , merah , bengkak atau rabas ) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam 2 sampai 3 minggu.
Hemoroid ( varises anus ) umumnya terlihat . Wanita sering mengalami gejala terkait , seperti rasa gatal , tidak nyaman , dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.

B.        Perubahan Pada Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan . Delapan belas jam pasca partum , serviks  memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula . Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa , tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan . Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol ke vagina ) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil – kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks , yang berdilatasi 10 cm seewaktu melahirkan , menutup secara bertahap. 2 jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke – 2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan , tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah , sering disebut seperti mulut ikan .Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa.
C.       Perubahan Pada Uterus
Setelah plasenta lahir, uterus berangsur – angsur  menjadi kecil  sampai akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi terlihat pada table:
No.
Waktu Involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
1.

2.

3.

4.

5.

6.
Bayi Lahir

Plasenta lahir

1 Minggu

2 Minggu

6 Minggu

8 Minggu
Setinggi Pusat

Dua jari bawah pusat
Pertengahan pusat-simfisis

Tidak teraba di atas Simfisis

Bertambah kecil

Sebesar normal
1000 gram

750 gram

500 gram

350 gram

50 gram

30 gram

1)     Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus
Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena di dalam uterus , terutama plasenta , menjadi luar biasa membesar , begitu juga pembuluh darah ke, dan dari uterus . Di dalam uterus , pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah pelahiran , kepiler pembuluh darah ekstra uterin berkurang sampai mencapai atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil.
Pada  masa nifas , di dalam uterus pembuluh – pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan hialin , dan pembuluh–pembuluh yang lebih kecil menggantikannya . Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum . Namun , sisa – sisa dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
2)     Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks , yang berhubungan dengan os eksternum , biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral . Ostium serviks berkontraksi perlahan , dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada  akhir minggu pertama , ostium tersebut telah menyempit . Karena ostium menyempit , serviks menebal dan anal kembali terbentuk . Meskipun involusi telah selesai , os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar , dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup banyak sebagai akibat pelahiran bayi. Contohnya , Ahdoot dan rekan ( 1998 ) menemukan bahwa sekitar 50 % wanita dengan sel skuamosa intraepithelial tingkat tinggi mengalami regresi akibat persalinan pervaginam.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali , tapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam waktu beberapa minggu , segmen bawah telah mengalami perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung hampir seluruh kepala janin , menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak di antara korpus uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
3)     Involusi Uteri
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai 1 cm di atas tali umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira  500 g, 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g, 2 minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada minggu ke enam, beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus memiliki berat 30 g, yaitu sebesar uterus normal. Berikut gambaran involusi uterus.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk prtumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, pningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan sacara langsung jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
4)      Subinvolusi uterus
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya retardasi involusi , proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas ke bentuk semula. Proses ini disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan peradangan uterus yang berlebihan atau irregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat. Pada pemeriksaan bimanual , uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibandingkan normal untuk periode nifas tertentu. Penyebab subinvolusi yang telah diakui antara lain retensi potongan plasenta dan infeksi panggul. Karena hampir semua kasus sub involusi disebabkan oleh penyebab local , keadaan ini biasanya dapat diatasi dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Pemberian ergonovin ( Ergotrate ) atau metilergonovin ( Methergine )0,2 mg setiap 3  atau 4 jam selama 24 jam sampai 48 jam direkomendasikan oleh beberapa ahli , namun efektivitasnya dipertanyakan . Di lain pihak , metritis berespon baik terhadap terapi antibiotic oral. Wager dan rekan ( 1980 ) melaporkan bahwa hampir sepertiga kasus infeksi uterus post partum awitan lambat disebabkan Chlamydia trachomatis ; sehingga pengobatan dengan tetrasiklin tampaknya sudah tepat.
Andrew dan rekan ( 1989 ) melaporkan 25 kasus perdarahan antarahari ke – 7 sampai 40 hari postpartum akibat arteri uteroplasental yang tidak berinvolusi. Arteri – arteri abnormal ini ditandai oleh tidak adanya lapisan endotel dan pembuluhnya yang terisi thrombus . Trofoblas periaurikular juga tampak pada dinding pembuluh – pembuluh ini dan para peneliti tersebut mengajukan dalil bahwa subinvolusi mungkin menggambarkan interaksi aberan antara sel –sel uterus dengan trofoblast , setidaknya berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembuluh – pembuluh plasenta tersebut.
5)    Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang terutama akibat kompresi  pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon ang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau intramuskular diberikan segera stelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
6)    Nyeri Pasca Melahirkan / Afterpain
            Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Ralaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini akan lebih nyata  dirasakan oleh ibu melahirkan dengan kondisi tertentu, misalnya pada persalinan yang overdistensi / peregangan berlebih yaitu pada kasus bayi besar (makrosomia) atau bayi kembar. Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus. Biasanya nyeri ini berkurang intensitasnya dan melemah pada hari ketiga postpartum.
7)    Lokhia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali lokia , mula -  mula berwarna merah , kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat . Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir , jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi . Setelah waktu tersebut , aliran yang keluar harus semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran menyembur , menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari ( lokia serosa ). Lokia serosa terdiri dari darah lama ( old blood ) , serum , leukosit , dan debris jaringan . sekitar 10 hari setelah bayi lahir , warna cairan ini menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ). Lokia alba mengandung leukosit , desidua , sel epitel , mucus , serum , dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985 ) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pasca partum secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum . cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengann menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar 1 gram setara dengan 1 ml darah . seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila factor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu 1 jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin , tanpa memandang cara pemberiannya , lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang . setelah operasi sesaria , jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat , jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama , wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri , tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada wal periode pascapartum menunjukkan perdarah berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membrane yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke – 10 pasca partum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun , setelah 3 sampai 4 minggu , perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau sub involusi . Lokia serosa atau lokia alba yang berlajut bisa menandakan endometritis , terutama jika disertai demam , rasa sakit , atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan . Bau lokia menyerupai bau cairan menstruasi , bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
LOKIA
BUKAN LOKIA
Lokia biasanya menetes dari muara vagina . Aliran darah tetap keluar dalam jumlah yang lebih besar saat uterus berkontraksi.
Apabila rabas darah menyembur dari vagina , kemungkinan terdapat robekan pada serviks , atau vagina selain dari lokia yang normal
Semburan lokia dapat terjadi akibat masasse pada uterus . Apabila lokia berwarna gelap , maka lokia sebelumnya terkumpul di dalam vagina yang relaksasi dan jumlahnya segera berkurang menjadi tetesan lokia berwarna merah terang ( pada puerpurium dini ).
Apabila jumlah darah berlebihan dan berwarna merah terang , suatu robekan dapat merupakan penyebab.

8)    Involusi Tempat Melekatnya Plasenta
Menurut Williams ( 1931 ) , ekstruksi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu waktu sampai 6 minggu . Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar ,  karena bila proses ini terganggu , dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat . Segera setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran sebesar telapak tangan , tetapi dengan cepat ukurannya mengecil . Pada akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm .Dalam waktu beberapa jam setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi thrombus secara khusus.
Williams ( 1931 ) menjelaskan involusi tempat melekatnya plasenta sebagai berikut :
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi in situ , namun oleh suatu proses eksofilasiyang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta akibat pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi – tepi melekatnya plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stroma yang tertinggal di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta . Proses eksfoliasi semacam itu dianggap sebagai suatu ketetapan yang bijaksana ; sebaliknya kesulitan besar akan dialami dalam penyelapan arteri yang mengalami obliterasi dan thrombus yang mengalami organisasi , yang bila menetap in situ , akan segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan miometrium di bawahnya menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis  ( 1968 ) , menyimpulkan bahwa eksfoliasi tempat melekatnya plasenta berlangsung sebagai akibat pengelupasan jaringan superficial yang mengalami infark dan nekrotik yang diikuti oleh suatu proses perbaikan.
9)    Perdarahan Postpartum Awitan Lambat
Perdarahan uterus yang serius kadang terjadi 1 sampai 2 minggu pada masa nifas .Perdarahan paling sering disebabkan involusi abnormal tempat melekatnya plasenta , namun dapat pula disebabkan oleh retensi sebagian plasenta. Biasanya bagian plasenta yang tertinggal mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin, dan pada akhirnya akan membentuk polip plasenta . Apabila serpihan polip terlepas dari miometrium , perdarahan hebat dapat terjadi.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lee dan rekan ( 1981 ) terhadap 3.822 wanita yang melahirkan dalam periode 1 – tahun di Henry Ford Hospital , 27 wanita ( 0,7 persen ) mengalami perdarahan uterus yang signifikan setelah 24 jam pertama postpartum . Pada 20 diantara 27 wanita tersebut , uterusnya dinyatakan kosong berdasarkan pemeriksaan sonografik , dan yang penting , hanya satu wanita yang mengalami retensi jaringan plasenta.
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa pada perdarahan uterus postpartum awitan – lambat , diperlukan tindakan kuretase yang sesuai . Meski demikian ,kuretase setelah perdarahan nifas awitan lambat biasanya tidak mampu mengeluarkan jaringan plasenta dalam jumlah banyak, dan perdarahan justru sering bertambah parah . Sehingga , alih – alih mengurangi perdarahan , kuretase lebih mungkin menyebabkan trauma pada lokasi implantasi dan menginduksi lebih banyak perdarahan. Penatalaksanaan awal sebaiknya diarahkan untuk mengendalikan perdarahan dengan menggunakan oksitosin , ergonovin , metilergonovin , atau prostaglandin intravena ( Adrinopoulus dan Mendenhall , 1983 ) , terutama apabila terdapat alasan untuk mempertahankan uterus untuk kehamilan berikutnya.Secara umum, kuretase dikerjakan hanya apabila terjadi perdarahan yang menetap dalam jumlah cukup banyak atau berulang bahkan setelah diberi penatalaksanaan awal.
10)        Regenerasi Endometrium
          Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah pelahiran , setelah desidua berdiferensiasi menjadi 2 lapisan . Stratum superficial menjadi nekrotik , dan terkelupas bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari proliferasi sisa – sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antarkelenjar tersebut.
          Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat , kecuali pada tempat melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau lebih , permukaan bebas menjadi tertutup oleh epitel dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga. Sharman ( 1953 ) , menemukan pemulihan endometrium lengkap pada specimen biopsy yang diambil pada hari ke – 16 atau lebih. Yang disebut endometritis masa nifas secara histologis hanyalah bagian dari proses perbaikan normal tersebut. Demikian pula , pada hampir separuh wanita postpartum , tuba valopi antara hari ke – 5 sampai ke – 15 menunjukkan perubahan peradangan mikroskopik yang merupakan gambaran khas salfingitis akut. Namun , hal ini bukan disebabkan oleh infeksi , melainkan hanya merupakan bagian dari proses involusi ( Andrews , 1951 )

D.       Perubahan Topangan Otot Panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus , dinding vagina posterior atas , uretra , kandung kemih , dan rectum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita , tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.

2.      PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
           Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1. Nafsu makan.
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas.
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan usus.
       Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
       Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah      atau obat yang lain.

3.      PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Diuresis terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistansi pada saat kalla II persalinan dan pengeluara urin yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan pada uretra disebabkan oleh adanya trauma pada saat persalinan berlangsung dan trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam post partum.

4.      PERUBAHAN SISTEM MUSCULOSKELETAL
Seperti dengan semua sistem tubuh lainnya, sistem muskuloskeletal mengalami perubahan selama periode postpartum. Relaxin adalah hormon yang bertanggung jawab untuk relaksasi dari ligamen dan sendi panggul selama kehamilan. Setelah melahirkan, tingkat relaksin mereda dan ligamen panggul dan sendi kembali ke pra-hamil negara mereka. Namun, sendi kaki tetap diubah dan banyak klien melihat peningkatan permanen dalam ukuran sepatu (Crum, dikutip dalam Lowdermilk & Perry, 2006).
Dinding perut yang melemah dan nada otot perut berkurang setelah kehamilan.. Beberapa klien memiliki pemisahan antara otot dinding perut, disebut diastasis recti. Pemisahan ini sering dapat diperbaiki dengan latihan perut tertentu yang dilakukan selama periode postpartum. Klien harus diinstruksikan untuk memulai latihan perut kapan menyusul pengiriman vagina dan setelah nyeri tekan abdomen menyelesaikan setelah operasi caesar (Cunningham et al., 2005). Klien juga harus diinstruksikan untuk menghindari kelelahan selama beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Tingkat nyeri muskuloskeletal pada populasi remaja dan dewasa diperiksa, dengan fokus pada tiga gangguan nyeri sering dilaporkan: nyeri bahu, nyeri punggung dan fibromyalgia rendah / nyeri kronis yang meluas. Nyeri umumnya dilaporkan antara populasi orang dewasa, dengan hampir seperlima luas pelaporan nyeri, nyeri bahu salah satu ketiga, dan sampai satu setengah melaporkan nyeri punggung rendah dalam periode 1 bulan. Prevalensi nyeri bervariasi dalam sub kelompok populasi tertentu, kelompok faktor (termasuk status sosial ekonomi, etnis dan ras) dan faktor individu (merokok, diet, dan status psikologis) semua terkait dengan pelaporan nyeri muskuloskeletal.
Nyeri panggul kronis pada wanita memiliki penyebab multifaktorial, tetapi disfungsi muskuloskeletal panggul tidak secara rutin dievaluasi sebagai penyebab oleh ginekolog.
Beberapa gejala musculoskeletal yang dapat terjadi pada periode pascapartum, diantaranya adalah:
1.         Nyeri Punggung
Nyeri punggung adalah gejala pascapartum jangka panjang yang sering terjadi. Mekanisme yang menghasilkan nyeri punggung yang dihipotesis oleh beberapa ahli peneliti adalah ketegangan postural pada system musculoskeletal akibat posisi pada saat persalinan. Nyeri punggung umumnya tidak berat.
2.         Sakit Kepala
Sakit pada leher dan nyeri pada bahu sakit kepala jangka pendek yang timbul setelah persalinan terjadi selama minggu pertama pascapartum dan mengalami migren dalam tiga bulan setelah melahirkan yang berlangsung selama enam minggu. Sakit kepala pascapartum sangat menyakitkan, timbul beberapa kali dalam satu minggu dan memengaruhi aktivitas.
Sakit kepala akibat fungsi postdural pada wanita yang mendapat anastesi epidural atau spinal harus dimonitor. Sakit pada leher dan nyeri bahu jangka panjang telah dilaporkan timbul setelah pemberian anastesi umum.
a.         Perubahan – Perubahan Fisiologi yang terjadi pada Sistem Muskulus Skeletal dan Sistem Syaraf pada Ibu Nifas
b.      Sakit Kepala
Rasionalnya karena akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus selama kehamilan. Saat kehamilan juga terjadi peregangan dinding perut dan kehilangan tonus otot selama trimesteer 3, otot rektus abdominis tekanannya rendah menyebabkan isi menonjol di garis tengah tubuh, umbilikalis lebih datar atau menonjol. Setelah melahirkan tonus otot kembali tetapi pemisahan otot rektus abdominis (diastasis rektiabdominis) menetap. Setelah melahirkan normalnya diastasis rekti sekitar 5 cm dan akan menjadi 2 cm sekitar selama 6-8 minggu.
Kebutuhannya antara lain:
·           Pada saat hamil, ibu melakukan senam hamil secara rutin
·           Pada saat persalinan ibu harus mengedan dengan baik
·           Senam nifas
·           Melakukan kegel exercise
·            Fiksasi(memakai stagen)
·           Ibu mengkonsumsi nurtisi yang baik(TKTP) misalnya: umbi,jagung, kentang,padi-padian, dan lain-lain.
·            Jiterjadi diastasis rekti lakukan lah pemeriksaan rektus abdominis untuk mengkaji lebar cela antara otot rektus babdominis.
1)        Ligamentum rotundum menjadi kendur (batasan normal 6 minggu)
Rasionalnya letaknya terdapat pada bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari insertietua, kedua ligament ini melalui kanalis inguinalis ke bagian kranial labia mayor. Terdiri dari jaringan otot polos (identik dengan miometrium) dan jaringan ikat dan menahan uterus dalam antefleksi. Pada waktu kehamilan mengalami hypertrophie, sehingga dapat diraba dengan pemeriksaan luar. Setelah lahir ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur akibat letak uterus menjadi retrofleksi, yaitu pembengkokan organ sehingga ujung atasnya berputar ke arah belakang. Masalahnya yang ditimbulkan : perut menggantung.
2)        Jaringan penopang dasar panggul (Trimium) kendur (normalnya 6-8 minggu)
Hal ini terjadi karena jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan.
Kebutuhannya ialah:
·          Pada saat hamil, ibu melakukan senam hamil secara rutin
·         Pada saat persalinan ibu harus mengedan dengan baik
·          Senam nifas
·         Latihan otot panggul dengan cara kontraksi otot dasar panggul seperti pada saat mengeluarkan napas
·          Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik (TKTP)
3)        Sendi tulang pada pinggang menjadi lentur (batas normal 6-8 minggu)
Hal ini terjadi dikarenakan saat adanya lordosis yang berat pada saat hamil dan fleksi anterior leher serta merosotnya lingkar bahu yang menyebabkan traksi pada nervus ulnaris dan medianus.
Kebutuhannya ialah:
·         Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senaam hamil
·          Ibu dianjurkan untuk mobilisasi seperti senam nifas
·          Mengkonsumsi nutrisi yang cukup (TKTP)
4)        Rongga panggul yang melebar selama kehamilan mulai berkurang (normalnya 6-8 minggu)
Ini terjadi karena saat kehamilan mobilitas  sendi sakro iliaka, sakro koksigis dan sendi pubis bertambah karena jaringan ikat pada sendi panggulnya mulai melunak, sehingga rongga panggul menjadi lebih lebar. Namun, saat  persalinan dan sesudah persalinan hormon estrogen dan progesteron dan relaksin menurun sehingga menyebabkan pelebaran rongga panggul berkurang.
Kebutuhannya ialah:
·         Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senam hamil
·         Kegel exercise
·          Ibu dianjurkan melakukan senam nifas
·          Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik(TKTP)
5)        Bertambahnya tingkat mobilitas dan kelenturan sendi (normalnya 8 minggu) ini terjadi pada 6-8 minggu pasca persalian.Hal ini terjadi karena perubahan hormon estrogen, progesteron dan relaksin selama kehamilan sehingga mengurangi kepadatan jaringan penghubung, kartilago, dan ligamen  serta jumlah cairan sinovial. Stabilisasi
Kebutuhannya ialah:
·         Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senam hamil
·          Kegel exercise
·          Ibu dianjurkan melakukan senam nifas
·          Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik(TKTP)
6)         Otot-otot ekstrimitas menjadi lebih kaku (normalnya 6-8 bulan)
Kebutuhan kalsium pada saat hamil bertambah dikarenakan terjadi pembentukan tulang bagi janin, jika ibu tidak memenuhi kebutuhan kalsiumnya, maka kalsium ibu akan berkurang karena digunakan janin. Akibatnya akan timbul kram dan kesemutan pada kaki dan akhirnya berdampak pada osteoporosis.
Kebutuhannya ialah:
·         Selama hamil ibu dianjurkan untuk mengatur posisi sebaik mungkin saat beraktifitas maupun saat istirahat.
·         Saat persalinan ibu mengambil posisi bersalin yang senyaman mungkin dan mengedan dengan baik
·           Senam nifas
·         Latihan mengatur posisi tubuh agar kembali keposisi semula
·         Mengkonsumsi makanan yang ber nutrisi dan mengandung kalsium
·          Ibu mengkonsumsi nutrisi yang baik (TKTP)

5.      PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon disamping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon misalnya kelenjar hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.
Organ utama dari sistem endokrin adalah :
1.      Hipotalamus
2.      Kelenjar hipofise
3.      Kelenjar tiroid
4.      Kelenjar paratiroid
5.      Pulau-pulau pankreas
6.      Kelenjar adrenal
7.      Skrotum
8.      Indung telur
Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf.
Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
Terdapat dua tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit, atau organ internal, seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pankreas (kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya, kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah. Kelenjar endokrin termasuk :
1. Pulau Langerhans pada Pankreas
2. Gonad (ovarium dan testis)
3. Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, serta timus
Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
1.      Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang        sedang berkembang.
2.      Menstimulasi urutan perkembangan
3.      Mengkoordinasi sistem reproduktif
4.      Memelihara lingkungan internal optimal
5.      Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat
Peran hipotalamus dan kelenjar hipofise
Dua kelenjar endokrin yang utama adalah hipotalamus dan hipofise. Aktivitas endokrin dikontrol secara langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persarafan dengan sistem endokrin. Dalam berespons terhadap input dari area lain dalam otak dan dari hormon dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa hormon realising dan inhibiting. Hormon ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam kelenjar pituitary yang mengatur pembentukan dan sekresi hormon hipofise. Hipotalamus dan kelenjar hipofise dihubungkan oleh infundibulum. Hormon yang disekresi dari setiap kelenjar endokrin dan kerja dari masing-masing hormon. Perhatikan bahwa setiap hormon yang mempengaruhi organ dan jaringan terletak jauh dari tempat kelenjar induknya. Misalnya oksitosin, yang dilepaskan dari lobus posterior kelenjar hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon hipofise yang mengatur sekresi hormon dari kelenjar lain disebut hormon tropik. Kelenjar yang dipengaruhi oleh hormon disebut kelenjar target.
1.       Struktur dan fungsi hipotalamus
Hipotalamus terletak di batang otak tepatnya di dienchepalon, dekat dengan ventrikel otak ketiga (ventrikulus tertius). Hipotalamus sebagai pusat tertinggi sistem kelenjar endokrin yang menjalankan fungsinya melalui humoral (hormonal) dan saraf. Hormon yang dihasilkan hipotalamus sering disebut faktor R dan I mengontrol sintesa dan sekresi hormon hipofise anterior sedangkan kontrol terhadap hipofise posterior berlangsung melalui kerja saraf. Pembuluh darah kecil yang membawa sekret hipotalamus ke hipofise disebut portal hipotalamik hipofise. Hormon-hormon hipotalamus antara lain:a. ACTH : Adrenocortico Releasing Hormonb. ACIH : Adrenocortico Inhibiting Hormonc. TRH : Tyroid Releasing Hormpnd. TIH : Tyroid Inhibiting Hormone. GnRH : Gonadotropin Releasing Hormonf. GnIH : Gonadotropin Inhibiting Hormong. PTRH : Paratyroid Releasing Hormonh. PTIH : Paratyroid Inhibiting Hormoni. PRH : Prolaktin Releasing Hormonj. PIH : Prolaktin Inhibiting Hormonk. GRH : Growth Releasing Hormonl. GIH : Growth Inhibiting Hormonm. MRH : Melanosit Releasing Hormonn. MIH : Melanosit Inhibiting Hormon. Hipotalamus sebagai bagian dari sistem endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofise. Hipofise anterior dikontrol oleh kerja hormonal sedang bagian posterior dikontrol melalui kerja saraf.
2.       Struktur dan Fungsi Hipofise
Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus Lobus anterior, merupakan bagian terbesar dari hipofise kira-kira 2/3 bagian dari hipofise. Lobus anterior ini juga disebut adenohipofise. Lobus posterior, merupakan 1/3 bagian hipofise dan terdiri dari jaringan saraf sehingga disebut juga neurohipofise. Hipofise stalk adalah struktur yang menghubungkan lobus posterior hipofise dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan jaringan saraf.
Selama kehamilan, plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin.
Hipotalamus melepaskan sejumlah hormon yang merangsang hipofisa, beberapa diantaranya memicu pelepasan hormon hipofisa dan yang lainnya menekan pelepasan hormon hipofisa. Kelenjar hipofisa disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan berbagai fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan hormon oleh organ lainnya. Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya sendiri melalui mekanisme umpan balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya dalam darah memberikan sinyal kepada hipofisa untuk memperlambat atau mempercepat pelepasan hormonnya.
Tidak semua kelenjar endokrin berada dibawah kendali hipofisa;
beberapa diantaranya memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di dalam darah. Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak, sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan langsung dari sistem saraf parasimpatis. Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem saraf.
HORMON
     Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan. Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual. Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energi. Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.
PENGENDALIAN ENDOKRIN
Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh.
     Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang di kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan akhirnya berhenti melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada di bawah kendali hipofisa.
Hormon tertentu yang berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki jadwal tertentu. Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron pada indung telur juga kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya. Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara menghasilkan susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa dialirkan ke mulut bayi. Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar paratiroid, tidak berada dibawah kendali hipofisa. Mereka memiliki sistem sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan karena tubuh harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula darah akan turun sampai sangat rendah. Kadar hormon lainnya bervariasi berdasarkan alasan yang kurang jelas. Kadar kortikosteroid dan hormon pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan terendah pada senja hari. Alasan terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti. Hormon yang menghasilkan fungsi aldosteron kelenjar adrenal membantu mengatur keseimbangan garam dan air dengan cara menahan garam dan air serta membuang kalium.
Hormon antidiuretik kelenjar hifosa menyebabkan ginjal menahan air bersama dengan aldosteron, membantu mengendalikan tekanan darah.  Kortikosteroid Kelenjar adrenal Memiliki efek yg luas di seluruh tubuh, terutama sebagai:
·        Anti peradangan
·        Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah & kekuatan       otot
·        Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air.      kortikotropin kelenjar hipofisa mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon oleh korteks adrenal. Eritropoietin
Ginjal merangsang pembentukan sel darah merah. Estrogen indung telur mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem reproduksi wanita. Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah. Hormon pertumbuhan Kelenjar hipofisa Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan.
·        Meningkatkan pembentukan protein insulin pankreas.
·        Menurunkan kadar gula darah
·        Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein & lemak di seluruh       tubuh.
·        Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma &       sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi
·        Mengendalikan ciri seksual pria & wanita (penyebaran rambut,        pembentukan otot, tekstur dan ketebalan kulit). Oksitosin Kelenjar         hipofisa Menyebabkan kontraksi otot rahim & saluran susu di     payudara. Hormon paratiroid Kelenjar paratiroid Mengendalikan     pembentukan tulang
·         Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat. Progesteron Indung        telur Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yg        telah dibuahi.
·        Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
     Polaktin Kelenjar hipofisa Memulai & mempertahankan      pembentukan susu di kelenjar susu. Renin & angiotensin Ginjal      Mengendalikan tekanan darah. Hormon tiroid Kelenjar tiroid      Mengatur pertumbuhan, pematangan & kecepatan metabolisme
     TSH (tyroid-stimulating hormone). Kelenjar hipofisa Merangsang      pembentukan & pelepasan hormon oleh kelenjar tiroid
PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN PADA IBU NIFAS
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti sebelum hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta keluar. Turunnya estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan menstimulasi air susu. Perubahan fisioligis yang terjadi pada wanita setelah melahirkan melibatkan perubahan yang progresif atau pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.


Hormon yang berperan dalam sistem endokrin sebagai   berikut :
a.     Oksitosin
        Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap kala III persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin yang dapat membantu uterus kembali kebentuk normal.
b.     Prolaktin
        Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel ovulasi dan menstruasi.
c.     Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
d.      Hormon plasenta
       Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human chorionic gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3 postpatum. Penurunan hormone human plecenta lactogen (Hpl), estrogen dan kortiosol, serta placenta enzyme insulinasi membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya di capai kira-kira satu minggu pacapartum. Penurunan kadar ekstrogen berkaitan dengan pembekakan payudara dan dieresis ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak melahirkan tidak menyusui kadar ekstrogen mulai meningkat pada minggu ke 2 setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada postpartum hari ke 17.


e.       Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
  Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar proklatin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam menekan ovulasi karena kadar hormone FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan banyak makanan tambahan yang diberikan. Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di antara wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.




6.      PERUBAHAN TANDA-TANDA VITAL
a)        Suhu badan
         24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5C - 38C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan,apabila dalam keadaan normal suhu badan  akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI. Buah dada menjadi bengkak,berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,mastitis,traktus urogenitalis atau system lain. Kita anggap nifas terganggu kalau ada demam lebih dari 38C pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama post partum,kecuali hari pertama dan suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4X sehari.
b)        Nadi
         Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
         Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yng disebut bradikardi nifas (puerperal bradycardia) hal ini terjadi segera setelah kelahiran an biasa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung serendah 40-50 detak permenit. Sudah banyak alas an-alasan yang diberikan sebagai kemungklinan penyebab,tetap[I belum satupun yang sudah terbukti. Bradycardia semacam itu bukanlah astu alamat  atau indikasi adanya penyakit,akan tetapi sebagai satu tanda keadaan kesehatan.
c)        Tekanan darah
         Biasanya tidak berubah,kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi postpartum.
d)       Pernafasan
         Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal,pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
7.      PERUBAHAN SYSTEM KARDIOVASKULER
Pada persalinan per vaginam kehilangan darah sekitar 300-400cc. bila kelahiran bayi melalui sectin caesaria kehilangan darah  dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi akan naik dan pada  section caesaria haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relative akan bertambah,keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung menimbulkan dekompensasi jantung pada penderita vitium cordial. Untuk keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umunya hal ini dapat terjaddi pada hari ke-3 sampai hari ke-5 postpartum.
8.       PERUBAHAN HAEMOTOLOGI
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan,kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum,kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas meningkatkan factor pembekuan darah Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa jumlah sel darah putih pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah puith tersebut masih bisa naik lagi sampai 25.000-30000 tanoa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin,hemotokrit, dam eritrosit akan sangat bervariasi pada awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah,volume placenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kirea selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 250-500 ml. penurunan volume dan peningkatan sel darah merah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke3-7 postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.

Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2005. Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
 Cuningham, Gant, Leveno dkk.2004. Obstetri Williams edisi 21. Jakarta : EGC
 Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan.  Jakarta : PT Bina Pustaka
Varney,Helen, dkk. 2003.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4.Jakarta :EGC
Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal , bahiyatun, S. Pd, S.Si.T, EGC, 2008, jakarta