PERUBAHAN
FISIOLOGIS MASA NIFAS
SUB POKOK BAHASAN
1.
Perubahan sistem reproduksi
2.
Perubahan sistem pencernaan
3.
Perubahan sistem perkemihan
4.
Perubahan sistem musculoskeletal
5.
Perubahan sistem endokrin
6.
Perubahan tanda-tanda vital
7.
Perubahan sistem kardiovaskuler
8.
Perubahan sistem hemotologi
1. SISTEM REPRODUKSI
|
Perubahan fisiologis terjadi sejak hari pertama melahirkan. Adapun perubahan
fisik yang terjadi adalah : Pada masa nifas, alat genetalia external dan
internal akan berangsur–angsur pulih seperti keadaan sebelum hamil.
A.
Perubahan Pada Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun
berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula
sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil , 6 sampai
8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke
empat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae
akan memipih secara permanen. Mukosa tetap etrofik pada wanita menyusui
sekurang – kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali . Penebalan mukosa
vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen
menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina .
kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat koitus ( dispereunia ) menetap
sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya
wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut saat melakukan hubungan seksual
untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya , introitus mengalami
eritematosa dan edematosa , terutama pada daerah episiotomi atau jahitan
laserasi . Perbaikan yang cermat , pencegahan , atau pengobatan dini hematoma
dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya
membuat introitus dengan mudah dibedakan dengan introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomy hanya
mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau
ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik diperlukan supaya
episiotomy dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan
luka operasi lain. Tanda – tanda infeki ( nyeri , panas , merah , bengkak atau
rabas ) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan
harus berlangsung dalam 2 sampai 3 minggu.
Hemoroid ( varises anus ) umumnya
terlihat . Wanita sering mengalami gejala terkait , seperti rasa gatal , tidak
nyaman , dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran
hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.
B.
Perubahan
Pada Serviks
Serviks menjadi
lunak segera setelah ibu melahirkan . Delapan belas jam pasca partum ,
serviks memendek dan konsistensinya
menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula . Serviks setinggi segmen
bawah uterus tetap edematosa , tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu
melahirkan . Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol ke vagina ) terlihat
memar dan ada sedikit laserasi kecil – kondisi yang optimal untuk perkembangan
infeksi. Muara serviks , yang berdilatasi 10 cm seewaktu melahirkan , menutup
secara bertahap. 2 jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks
pada hari ke 4 sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil
yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke – 2. Muara serviks eksterna tidak
akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan , tetapi terlihat memanjang
seperti suatu celah , sering disebut seperti mulut ikan .Laktasi menunda
produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa.
C. Perubahan
Pada Uterus
Setelah plasenta lahir, uterus
berangsur – angsur menjadi kecil sampai akhirnya kembali seperti sebelum
hamil.
Tinggi
fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi terlihat pada table:
No.
|
Waktu
Involusi
|
Tinggi
Fundus Uteri
|
Berat
Uterus
|
|||
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Bayi Lahir
Plasenta lahir
1 Minggu
2 Minggu
6 Minggu
8 Minggu
|
Setinggi Pusat
Dua jari bawah pusat
Pertengahan pusat-simfisis
Tidak teraba di atas Simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
|
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 gram
|
|||
1)
Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus
Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran
darah uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena di dalam
uterus , terutama plasenta , menjadi luar biasa membesar , begitu juga pembuluh
darah ke, dan dari uterus . Di dalam uterus , pembentukan pembuluh – pembuluh
darah baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah
pelahiran , kepiler pembuluh darah ekstra uterin berkurang sampai mencapai atau
paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil.
Pada masa nifas
, di dalam uterus pembuluh – pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan
hialin , dan pembuluh–pembuluh yang lebih kecil menggantikannya . Resorpsi
residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada
ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum . Namun , sisa – sisa
dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
2)
Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks , yang berhubungan dengan os
eksternum , biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral . Ostium
serviks berkontraksi perlahan , dan beberapa hari setelah bersalin ostium
serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama , ostium tersebut telah
menyempit . Karena ostium menyempit , serviks menebal dan anal kembali
terbentuk . Meskipun involusi telah selesai , os eksternum tidak dapat sepenuhnya
kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar , dan
depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen
dan menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks
menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup banyak sebagai akibat
pelahiran bayi. Contohnya , Ahdoot dan rekan ( 1998 ) menemukan bahwa sekitar
50 % wanita dengan sel skuamosa intraepithelial tingkat tinggi mengalami
regresi akibat persalinan pervaginam.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup
bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali , tapi tidak sekuat pada korpus
uteri. Dalam waktu beberapa minggu , segmen bawah telah mengalami perubahan
dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung hampir
seluruh kepala janin , menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan
terletak di antara korpus uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
3)
Involusi Uteri
Proses kembalinya uterus ke
keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada
akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada
saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan
1 minggu (kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000
g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi
fundus uteri mencapai 1 cm di atas tali umbilikus. Dalam beberapa hari
kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1
sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada
di pertengahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Uterus, yang pada waktu hamil
penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g,
2 minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada
minggu ke enam, beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus memiliki
berat 30 g, yaitu sebesar uterus normal. Berikut gambaran involusi uterus.
Peningkatan kadar estrogen dan
progesteron bertanggung jawab untuk prtumbuhan masif uterus selama masa hamil.
Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hiperplasia, pningkatan jumlah
sel-sel otot, dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum
penurunan kadar hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan
sacara langsung jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
4)
Subinvolusi
uterus
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya
atau terjadinya retardasi involusi , proses yang normalnya menyebabkan uterus
nifas ke bentuk semula. Proses ini disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia
dan peradangan uterus yang berlebihan atau irregular dan terkadang juga
disertai perdarahan hebat. Pada pemeriksaan bimanual , uterus teraba lebih
besar dan lebih lunak dibandingkan normal untuk periode nifas tertentu.
Penyebab subinvolusi yang telah diakui antara lain retensi potongan plasenta
dan infeksi panggul. Karena hampir semua kasus sub involusi disebabkan oleh
penyebab local , keadaan ini biasanya dapat diatasi dengan diagnosis dan
penatalaksanaan dini. Pemberian ergonovin ( Ergotrate ) atau metilergonovin (
Methergine )0,2 mg setiap 3 atau 4 jam
selama 24 jam sampai 48 jam direkomendasikan oleh beberapa ahli , namun
efektivitasnya dipertanyakan . Di lain pihak , metritis berespon baik terhadap
terapi antibiotic oral. Wager dan rekan ( 1980 ) melaporkan bahwa hampir sepertiga
kasus infeksi uterus post partum awitan lambat disebabkan Chlamydia trachomatis
; sehingga pengobatan dengan tetrasiklin tampaknya sudah tepat.
Andrew dan rekan ( 1989 ) melaporkan 25 kasus
perdarahan antarahari ke – 7 sampai 40 hari postpartum akibat arteri
uteroplasental yang tidak berinvolusi. Arteri – arteri abnormal ini ditandai
oleh tidak adanya lapisan endotel dan pembuluhnya yang terisi thrombus .
Trofoblas periaurikular juga tampak pada dinding pembuluh – pembuluh ini dan
para peneliti tersebut mengajukan dalil bahwa subinvolusi mungkin menggambarkan
interaksi aberan antara sel –sel uterus dengan trofoblast , setidaknya
berdasarkan hasil pengamatan terhadap pembuluh – pembuluh plasenta tersebut.
5)
Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan. Hormon ang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostatis. Selama 1
sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi
uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena
atau intramuskular diberikan segera stelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera
setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
6)
Nyeri Pasca Melahirkan /
Afterpain
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Ralaksasi dan kontraksi yang periodik sering
dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal
puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini akan lebih nyata dirasakan oleh ibu melahirkan dengan kondisi
tertentu, misalnya pada persalinan yang overdistensi / peregangan berlebih
yaitu pada kasus bayi besar (makrosomia) atau bayi kembar. Menyusui dan
oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang
kontraksi uterus. Biasanya nyeri ini berkurang intensitasnya dan melemah pada
hari ketiga postpartum.
7)
Lokhia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali
lokia , mula - mula berwarna merah ,
kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat . Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir , jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang
keluar selama menstruasi . Setelah waktu tersebut , aliran yang keluar harus
semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran
menyembur , menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari ( lokia
serosa ). Lokia serosa terdiri dari darah lama ( old blood ) , serum , leukosit
, dan debris jaringan . sekitar 10 hari setelah bayi lahir , warna cairan ini
menjadi kuning sampai putih ( lokia alba ). Lokia alba mengandung leukosit ,
desidua , sel epitel , mucus , serum , dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia
berdasarkan observasi tampon perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985 )
menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pasca partum
secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai tampon perineum .
cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengann menimbang tampon perineum
sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar 1 gram
setara dengan 1 ml darah . seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila
factor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu tampon
perineum dalam waktu 1 jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada
wanita yang mengganti tampon setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat
pengobatan oksitosin , tanpa memandang cara pemberiannya , lokia yang mengalir
biasanya sedikit sampai efek obat hilang . setelah operasi sesaria , jumlah
lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat ,
jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur
selama kurun waktu yang lama , wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat ia
berdiri , tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada wal
periode pascapartum menunjukkan perdarah berlanjut sebagai akibat fragmen
plasenta atau membrane yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah
hari ke – 10 pasca partum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta
yang mulai memulih. Namun , setelah 3 sampai 4 minggu , perdarahan mungkin
disebabkan oleh infeksi atau sub involusi . Lokia serosa atau lokia alba yang
berlajut bisa menandakan endometritis , terutama jika disertai demam , rasa
sakit , atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran
cairan . Bau lokia menyerupai bau cairan menstruasi , bau yang tidak sedap
biasanya menandakan infeksi.
Perlu diingat bahwa tidak semua
perdarahan pervaginam pascapartum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang
tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.
LOKIA
|
BUKAN LOKIA
|
Lokia biasanya menetes dari muara
vagina . Aliran darah tetap keluar dalam jumlah yang lebih besar saat uterus
berkontraksi.
|
Apabila rabas darah menyembur dari
vagina , kemungkinan terdapat robekan pada serviks , atau vagina selain dari
lokia yang normal
|
Semburan lokia dapat terjadi
akibat masasse pada uterus . Apabila lokia berwarna gelap , maka lokia
sebelumnya terkumpul di dalam vagina yang relaksasi dan jumlahnya segera
berkurang menjadi tetesan lokia berwarna merah terang ( pada puerpurium dini
).
|
Apabila jumlah darah berlebihan
dan berwarna merah terang , suatu robekan dapat merupakan penyebab.
|
8)
Involusi Tempat Melekatnya
Plasenta
Menurut Williams ( 1931 ) , ekstruksi lengkap tempat
melekatnya plasenta perlu waktu sampai 6 minggu . Proses ini mempunyai
kepentingan klinis yang besar , karena
bila proses ini terganggu , dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat .
Segera setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan , tetapi dengan cepat ukurannya mengecil . Pada akhir
minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm .Dalam waktu beberapa jam
setelah pelahiran , tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak
pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi
thrombus secara khusus.
Williams ( 1931 ) menjelaskan involusi tempat
melekatnya plasenta sebagai berikut :
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi in situ ,
namun oleh suatu proses eksofilasiyang sebagian besar ditimbulkan oleh
berkurangnya tempat implantasi plasenta akibat pertumbuhan jaringan
endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh perluasan dan pertumbuhan
endometrium ke bawah dari tepi – tepi melekatnya plasenta dan sebagian oleh
perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stroma yang tertinggal di
bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta . Proses eksfoliasi
semacam itu dianggap sebagai suatu ketetapan yang bijaksana ; sebaliknya
kesulitan besar akan dialami dalam penyelapan arteri yang mengalami obliterasi
dan thrombus yang mengalami organisasi , yang bila menetap in situ , akan
segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan miometrium di bawahnya menjadi
suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis
( 1968 ) , menyimpulkan bahwa eksfoliasi tempat melekatnya plasenta
berlangsung sebagai akibat pengelupasan jaringan superficial yang mengalami
infark dan nekrotik yang diikuti oleh suatu proses perbaikan.
9)
Perdarahan Postpartum
Awitan Lambat
Perdarahan uterus yang serius kadang terjadi 1 sampai
2 minggu pada masa nifas .Perdarahan paling sering disebabkan involusi abnormal
tempat melekatnya plasenta , namun dapat pula disebabkan oleh retensi sebagian
plasenta. Biasanya bagian plasenta yang tertinggal mengalami nekrosis tanpa
deposit fibrin, dan pada akhirnya akan membentuk polip plasenta . Apabila
serpihan polip terlepas dari miometrium , perdarahan hebat dapat terjadi.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lee dan
rekan ( 1981 ) terhadap 3.822 wanita yang melahirkan dalam periode 1 – tahun di
Henry Ford Hospital , 27 wanita ( 0,7 persen ) mengalami perdarahan uterus yang
signifikan setelah 24 jam pertama postpartum . Pada 20 diantara 27 wanita
tersebut , uterusnya dinyatakan kosong berdasarkan pemeriksaan sonografik , dan
yang penting , hanya satu wanita yang mengalami retensi jaringan plasenta.
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa pada perdarahan
uterus postpartum awitan – lambat , diperlukan tindakan kuretase yang sesuai .
Meski demikian ,kuretase setelah perdarahan nifas awitan lambat biasanya tidak
mampu mengeluarkan jaringan plasenta dalam jumlah banyak, dan perdarahan justru
sering bertambah parah . Sehingga , alih – alih mengurangi perdarahan , kuretase
lebih mungkin menyebabkan trauma pada lokasi implantasi dan menginduksi lebih
banyak perdarahan. Penatalaksanaan awal sebaiknya diarahkan untuk mengendalikan
perdarahan dengan menggunakan oksitosin , ergonovin , metilergonovin , atau
prostaglandin intravena ( Adrinopoulus dan Mendenhall , 1983 ) , terutama
apabila terdapat alasan untuk mempertahankan uterus untuk kehamilan
berikutnya.Secara umum, kuretase dikerjakan hanya apabila terjadi perdarahan
yang menetap dalam jumlah cukup banyak atau berulang bahkan setelah diberi
penatalaksanaan awal.
10) Regenerasi Endometrium
Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah pelahiran , setelah
desidua berdiferensiasi menjadi 2 lapisan . Stratum superficial menjadi
nekrotik , dan terkelupas bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan
dengan miometrium tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru.
Endometrium terbentuk dari proliferasi sisa – sisa kelenjar endometrium dan
stroma jaringan ikat antarkelenjar tersebut.
Proses
regenerasi endometrium berlangsung cepat , kecuali pada tempat melekatnya
plasenta. Dalam satu minggu atau lebih , permukaan bebas menjadi tertutup oleh
epitel dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga. Sharman (
1953 ) , menemukan pemulihan endometrium lengkap pada specimen biopsy yang
diambil pada hari ke – 16 atau lebih. Yang disebut endometritis masa nifas
secara histologis hanyalah bagian dari proses perbaikan normal tersebut.
Demikian pula , pada hampir separuh wanita postpartum , tuba valopi antara hari
ke – 5 sampai ke – 15 menunjukkan perubahan peradangan mikroskopik yang
merupakan gambaran khas salfingitis akut. Namun , hal ini bukan disebabkan oleh
infeksi , melainkan hanya merupakan bagian dari proses involusi ( Andrews ,
1951 )
D.
Perubahan Topangan Otot Panggul
Struktur penopang uterus dan vagina
bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di
kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat
ibu melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus semula.
Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya
topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus , dinding
vagina posterior atas , uretra , kandung kemih , dan rectum. Walaupun relaksasi
dapat terjadi pada setiap wanita , tetapi biasanya merupakan komplikasi
langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.
2. PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN
Sistem
gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1. Nafsu makan.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1. Nafsu makan.
Pasca
melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus
kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas.
Secara
khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan usus.
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5. Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.
3. PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN
Diuresis
dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Diuresis terjadi karena saluran
urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu
postpartum. Pada awal postpartum, kandung kemih mengalami edema, kongesti, dan
hipotonik. Hal ini disebabkan oleh adanya overdistansi pada saat kalla II
persalinan dan pengeluara urin yang tertahan selama proses persalinan. Sumbatan
pada uretra disebabkan oleh adanya trauma pada saat persalinan berlangsung dan
trauma ini dapat berkurang setelah 24 jam post partum.
4. PERUBAHAN SISTEM MUSCULOSKELETAL
Seperti
dengan semua sistem tubuh lainnya, sistem muskuloskeletal mengalami perubahan
selama periode postpartum. Relaxin
adalah hormon yang bertanggung jawab untuk relaksasi dari ligamen dan sendi
panggul selama kehamilan. Setelah melahirkan, tingkat relaksin mereda dan
ligamen panggul dan sendi kembali ke pra-hamil negara mereka. Namun, sendi kaki
tetap diubah dan banyak klien melihat peningkatan permanen dalam ukuran sepatu
(Crum, dikutip dalam Lowdermilk & Perry, 2006).
Dinding
perut yang melemah dan nada otot perut berkurang setelah kehamilan.. Beberapa
klien memiliki pemisahan antara otot dinding perut, disebut diastasis recti. Pemisahan ini
sering dapat diperbaiki dengan latihan perut tertentu yang dilakukan selama
periode postpartum. Klien harus diinstruksikan untuk memulai latihan perut
kapan menyusul pengiriman vagina dan setelah nyeri tekan abdomen menyelesaikan
setelah operasi caesar (Cunningham et al., 2005). Klien juga harus
diinstruksikan untuk menghindari kelelahan selama beberapa minggu pertama
setelah melahirkan.
Tingkat
nyeri muskuloskeletal pada populasi remaja dan dewasa diperiksa, dengan fokus
pada tiga gangguan nyeri sering dilaporkan: nyeri bahu, nyeri punggung dan
fibromyalgia rendah / nyeri kronis yang meluas. Nyeri umumnya dilaporkan antara
populasi orang dewasa, dengan hampir seperlima luas pelaporan nyeri, nyeri bahu
salah satu ketiga, dan sampai satu setengah melaporkan nyeri punggung rendah
dalam periode 1 bulan. Prevalensi nyeri bervariasi dalam sub kelompok populasi
tertentu, kelompok faktor (termasuk status sosial ekonomi, etnis dan ras) dan
faktor individu (merokok, diet, dan status psikologis) semua terkait dengan
pelaporan nyeri muskuloskeletal.
Nyeri
panggul kronis pada wanita memiliki penyebab multifaktorial, tetapi disfungsi
muskuloskeletal panggul tidak secara rutin dievaluasi sebagai penyebab oleh
ginekolog.
Beberapa gejala musculoskeletal yang dapat terjadi
pada periode pascapartum, diantaranya adalah:
1.
Nyeri Punggung
Nyeri punggung adalah
gejala pascapartum jangka panjang yang sering terjadi. Mekanisme yang
menghasilkan nyeri punggung yang dihipotesis oleh beberapa ahli peneliti adalah
ketegangan postural pada system musculoskeletal akibat posisi pada saat
persalinan. Nyeri punggung umumnya tidak berat.
2.
Sakit Kepala
Sakit pada leher dan nyeri pada bahu sakit
kepala jangka pendek yang timbul setelah persalinan terjadi selama minggu
pertama pascapartum dan mengalami migren dalam tiga bulan setelah melahirkan
yang berlangsung selama enam minggu. Sakit kepala pascapartum sangat
menyakitkan, timbul beberapa kali dalam satu minggu dan memengaruhi aktivitas.
Sakit kepala akibat fungsi postdural pada wanita yang mendapat anastesi epidural atau spinal harus dimonitor. Sakit pada leher dan nyeri bahu jangka panjang telah dilaporkan timbul setelah pemberian anastesi umum.
Sakit kepala akibat fungsi postdural pada wanita yang mendapat anastesi epidural atau spinal harus dimonitor. Sakit pada leher dan nyeri bahu jangka panjang telah dilaporkan timbul setelah pemberian anastesi umum.
a.
Perubahan – Perubahan Fisiologi yang terjadi pada
Sistem Muskulus Skeletal dan Sistem Syaraf pada Ibu Nifas
b.
Sakit Kepala
Rasionalnya karena akibat putusnya
serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat besarnya
uterus selama kehamilan. Saat kehamilan juga terjadi peregangan dinding perut
dan kehilangan tonus otot selama trimesteer 3, otot rektus abdominis tekanannya
rendah menyebabkan isi menonjol di garis tengah tubuh, umbilikalis lebih datar
atau menonjol. Setelah melahirkan tonus otot kembali tetapi pemisahan otot
rektus abdominis (diastasis rektiabdominis) menetap. Setelah melahirkan
normalnya diastasis rekti sekitar 5 cm dan akan menjadi 2 cm sekitar selama 6-8
minggu.
Kebutuhannya antara lain:
·
Pada saat hamil, ibu melakukan senam hamil secara
rutin
·
Pada saat persalinan ibu harus mengedan dengan baik
·
Senam nifas
·
Melakukan kegel exercise
·
Fiksasi(memakai
stagen)
·
Ibu mengkonsumsi nurtisi yang baik(TKTP) misalnya:
umbi,jagung, kentang,padi-padian, dan lain-lain.
·
Jiterjadi
diastasis rekti lakukan lah pemeriksaan rektus abdominis untuk mengkaji lebar
cela antara otot rektus babdominis.
1)
Ligamentum rotundum menjadi kendur (batasan normal 6
minggu)
Rasionalnya letaknya terdapat pada
bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari insertietua, kedua ligament ini
melalui kanalis inguinalis ke bagian kranial labia mayor. Terdiri dari jaringan
otot polos (identik dengan miometrium) dan jaringan ikat dan menahan uterus
dalam antefleksi. Pada waktu kehamilan mengalami hypertrophie, sehingga dapat
diraba dengan pemeriksaan luar. Setelah lahir ligamen-ligamen, diafragma pelvis
dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut
kembali. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendur akibat letak uterus
menjadi retrofleksi, yaitu pembengkokan organ sehingga ujung atasnya berputar
ke arah belakang. Masalahnya yang ditimbulkan : perut menggantung.
2)
Jaringan penopang dasar panggul (Trimium) kendur
(normalnya 6-8 minggu)
Hal ini terjadi karena jaringan
penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan.
Kebutuhannya ialah:
·
Pada saat
hamil, ibu melakukan senam hamil secara rutin
·
Pada saat persalinan ibu harus mengedan dengan baik
·
Senam nifas
·
Latihan otot panggul dengan cara kontraksi otot dasar
panggul seperti pada saat mengeluarkan napas
·
Ibu
mengkonsumsi nutrisi yang baik (TKTP)
3)
Sendi tulang pada pinggang menjadi lentur (batas
normal 6-8 minggu)
Hal ini terjadi dikarenakan saat
adanya lordosis yang berat pada saat hamil dan fleksi anterior leher serta
merosotnya lingkar bahu yang menyebabkan traksi pada nervus ulnaris dan
medianus.
Kebutuhannya ialah:
·
Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senaam
hamil
·
Ibu dianjurkan
untuk mobilisasi seperti senam nifas
·
Mengkonsumsi
nutrisi yang cukup (TKTP)
4)
Rongga panggul yang melebar selama kehamilan mulai
berkurang (normalnya 6-8 minggu)
Ini terjadi karena saat kehamilan
mobilitas sendi sakro iliaka, sakro
koksigis dan sendi pubis bertambah karena jaringan ikat pada sendi panggulnya
mulai melunak, sehingga rongga panggul menjadi lebih lebar. Namun, saat persalinan dan sesudah persalinan hormon
estrogen dan progesteron dan relaksin menurun sehingga menyebabkan pelebaran rongga
panggul berkurang.
Kebutuhannya ialah:
·
Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senam
hamil
·
Kegel exercise
·
Ibu
dianjurkan melakukan senam nifas
·
Ibu
mengkonsumsi nutrisi yang baik(TKTP)
5)
Bertambahnya tingkat mobilitas dan kelenturan sendi (normalnya
8 minggu) ini terjadi pada 6-8 minggu pasca persalian.Hal ini terjadi karena
perubahan hormon estrogen, progesteron dan relaksin selama kehamilan sehingga
mengurangi kepadatan jaringan penghubung, kartilago, dan ligamen serta jumlah cairan sinovial. Stabilisasi
Kebutuhannya ialah:
·
Pada waktu hamil ibu dianjurkan untuk latihan senam
hamil
·
Kegel
exercise
·
Ibu
dianjurkan melakukan senam nifas
·
Ibu
mengkonsumsi nutrisi yang baik(TKTP)
6)
Otot-otot
ekstrimitas menjadi lebih kaku (normalnya 6-8 bulan)
Kebutuhan kalsium pada saat hamil
bertambah dikarenakan terjadi pembentukan tulang bagi janin, jika ibu tidak
memenuhi kebutuhan kalsiumnya, maka kalsium ibu akan berkurang karena digunakan
janin. Akibatnya akan timbul kram dan kesemutan pada kaki dan akhirnya
berdampak pada osteoporosis.
Kebutuhannya ialah:
·
Selama hamil ibu dianjurkan untuk mengatur posisi
sebaik mungkin saat beraktifitas maupun saat istirahat.
·
Saat persalinan ibu mengambil posisi bersalin yang
senyaman mungkin dan mengedan dengan baik
·
Senam nifas
·
Latihan mengatur posisi tubuh agar kembali keposisi
semula
·
Mengkonsumsi makanan yang ber nutrisi dan mengandung
kalsium
·
Ibu
mengkonsumsi nutrisi yang baik (TKTP)
5. PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai
kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan
melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. Hormon berperan
sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh.
Beberapa dari organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon disamping
itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon misalnya kelenjar
hipofise sebagai pengatur kelenjar yang lain.
Organ utama dari sistem
endokrin adalah :
1.
Hipotalamus
2.
Kelenjar hipofise
3.
Kelenjar tiroid
4.
Kelenjar paratiroid
5.
Pulau-pulau pankreas
6.
Kelenjar adrenal
7.
Skrotum
8.
Indung telur
Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin
Sistem endokrin, dalam
kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua
sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi
mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise
posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan
atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh
sistem saraf.
Bila sistem endokrin
umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui
neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.
Terdapat dua tipe
kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya
ke dalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit, atau organ internal,
seperti lapisan traktus intestinal. Kelenjar endokrin termasuk hepar, pankreas
(kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air
mata. Sebaliknya, kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam
darah. Kelenjar endokrin termasuk :
1. Pulau Langerhans pada Pankreas
2. Gonad (ovarium dan testis)
3. Kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid, serta timus
Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum :
1.
Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang
berkembang.
2.
Menstimulasi urutan perkembangan
3.
Mengkoordinasi sistem reproduktif
4.
Memelihara lingkungan internal optimal
5.
Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat
Peran hipotalamus dan kelenjar hipofise
Dua kelenjar endokrin
yang utama adalah hipotalamus dan hipofise. Aktivitas endokrin dikontrol secara
langsung dan tak langsung oleh hipotalamus, yang menghubungkan sistem persarafan
dengan sistem endokrin. Dalam berespons terhadap input dari area lain dalam
otak dan dari hormon dalam darah, neuron dalam hipotalamus mensekresi beberapa
hormon realising dan inhibiting. Hormon ini bekerja pada sel-sel spesifik dalam
kelenjar pituitary yang mengatur pembentukan dan sekresi hormon hipofise.
Hipotalamus dan kelenjar hipofise dihubungkan oleh infundibulum. Hormon yang
disekresi dari setiap kelenjar endokrin dan kerja dari masing-masing hormon.
Perhatikan bahwa setiap hormon yang mempengaruhi organ dan jaringan terletak
jauh dari tempat kelenjar induknya. Misalnya oksitosin, yang dilepaskan dari
lobus posterior kelenjar hipofise, menyebabkan kontraksi uterus. Hormon
hipofise yang mengatur sekresi hormon dari kelenjar lain disebut hormon tropik.
Kelenjar yang dipengaruhi oleh hormon disebut kelenjar target.
1.
Struktur dan fungsi
hipotalamus
Hipotalamus terletak di
batang otak tepatnya di dienchepalon, dekat dengan ventrikel otak ketiga
(ventrikulus tertius). Hipotalamus sebagai pusat tertinggi sistem kelenjar
endokrin yang menjalankan fungsinya melalui humoral (hormonal) dan saraf.
Hormon yang dihasilkan hipotalamus sering disebut faktor R dan I mengontrol
sintesa dan sekresi hormon hipofise anterior sedangkan kontrol terhadap
hipofise posterior berlangsung melalui kerja saraf. Pembuluh darah kecil yang
membawa sekret hipotalamus ke hipofise disebut portal hipotalamik hipofise.
Hormon-hormon hipotalamus antara lain:a. ACTH : Adrenocortico Releasing
Hormonb. ACIH : Adrenocortico Inhibiting Hormonc. TRH : Tyroid Releasing
Hormpnd. TIH : Tyroid Inhibiting Hormone. GnRH : Gonadotropin Releasing
Hormonf. GnIH : Gonadotropin Inhibiting Hormong. PTRH : Paratyroid Releasing
Hormonh. PTIH : Paratyroid Inhibiting Hormoni. PRH : Prolaktin Releasing Hormonj.
PIH : Prolaktin Inhibiting Hormonk. GRH : Growth Releasing Hormonl. GIH :
Growth Inhibiting Hormonm. MRH : Melanosit Releasing Hormonn. MIH : Melanosit
Inhibiting Hormon. Hipotalamus sebagai bagian dari sistem endokrin mengontrol
sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofise. Hipofise anterior dikontrol oleh
kerja hormonal sedang bagian posterior dikontrol melalui kerja saraf.
2. Struktur dan Fungsi Hipofise
Hipofise terletak di
sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk oval dengan
diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus Lobus anterior, merupakan
bagian terbesar dari hipofise kira-kira 2/3 bagian dari hipofise. Lobus
anterior ini juga disebut adenohipofise. Lobus posterior, merupakan 1/3 bagian
hipofise dan terdiri dari jaringan saraf sehingga disebut juga neurohipofise.
Hipofise stalk adalah struktur yang menghubungkan lobus posterior hipofise
dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan jaringan saraf.
Selama kehamilan,
plasenta juga bertindak sebagai suatu kelenjar endokrin.
Hipotalamus melepaskan
sejumlah hormon yang merangsang hipofisa, beberapa diantaranya memicu pelepasan
hormon hipofisa dan yang lainnya menekan pelepasan hormon hipofisa. Kelenjar
hipofisa disebut kelenjar penguasa karena hipofisa mengkoordinasikan berbagai
fungsi dari kelenjar endokrin lainnya. Beberapa hormon hipofisa memiliki efek
langsung, beberapa lainnya secara sederhana mengendalikan kecepatan pelepasan
hormon oleh organ lainnya. Hipofisa mengendalikan kecepatan pelepasan hormonnya
sendiri melalui mekanisme umpan balik, dimana kadar hormon endokrin lainnya
dalam darah memberikan sinyal kepada hipofisa untuk memperlambat atau
mempercepat pelepasan hormonnya.
Tidak semua kelenjar
endokrin berada dibawah kendali hipofisa;
beberapa diantaranya memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di dalam darah. Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak, sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan langsung dari sistem saraf parasimpatis. Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem saraf.
beberapa diantaranya memberikan respon, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap konsentrasi zat-zat di dalam darah. Sel-sel penghasil insulin pada pankreas memberikan respon terhadap gula dan asam lemak, sel-sel paratiroid memberikan respon terhadap kalsium dan fosfat medulla adrenal (bagian dari kelenjar adrenal) memberikan respon terhadap perangsangan langsung dari sistem saraf parasimpatis. Banyak organ yang melepaskan hormon atau zat yang mirip hormon, tetapi biasanya tidak disebut sebagai bagian dari sistem endokrin. Beberapa organ ini menghasilkan zat-zat yang hanya beraksi di tempat pelepasannya, sedangkan yang lainnya tidak melepaskan produknya ke dalam aliran darah. Contohnya, otak menghasilkan berbagai hormon yang efeknya terutama terbatas pada sistem saraf.
HORMON
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan. Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual. Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energi. Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.
Hormon adalah zat yang dilepaskan ke dalam aliran darah dari suatu kelenjar atau organ, yang mempengaruhi kegiatan di dalam sel-sel. Sebagian besar hormon merupakan protein yang terdiri dari rantai asam amino dengan panjang yang berbeda-beda. Sisanya merupakan steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol. Hormon dalam jumlah yang sangat kecil bisa memicu respon tubuh yang sangat luas. Hormon terikat kepada reseptor di permukaan sel atau di dalam sel. Ikatan antara hormon dan reseptor akan mempercepat, memperlambat atau merubah fungsi sel. Pada akhirnya hormon mengendalikan fungsi dari organ secara keseluruhan. Hormon mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan, perkembangbiakan dan ciri-ciri seksual. Hormon mempengaruhi cara tubuh dalam menggunakan dan menyimpan energi. Hormon juga mengendalikan volume cairan dan kadar air dan garam di dalam darah.
Beberapa hormon hanya mempengaruhi 1 atau 2 organ, sedangkan hormon yang lainnya mempengaruhi seluruh tubuh. Misalnya, TSH dihasilkan oleh kelenjar hipofisa dan hanya mempengaruhi kelenjar tiroid. Sedangkan hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid, tetapi hormon ini mempengaruhi sel-sel di seluruh tubuh. Insulin dihasilkan oleh sel-sel pankreas dan mempengaruhi metabolisme gula, protein serta lemak di seluruh tubuh.
PENGENDALIAN ENDOKRIN
Jika kelenjar endokrin
mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi
atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh.
Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang di kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan akhirnya berhenti melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada di bawah kendali hipofisa.
Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon. Hipotalamus dan kelenjar hipofisa melepaskan hormonnya jika merasakan bahwa kadar hormon lainnya yang di kontrol terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hormon hipofisa lalu masuk ke dalam aliran darah untuk merangsang aktivitas di kelenjar target. Jika kadar hormon kelenjar target dalam darah mencukupi, maka hipotalamus dan kelenjar hipofisa mengetahui bahwa tidak diperlukan perangsangan lagi dan akhirnya berhenti melepaskan hormon. Sistem umpan balik ini mengatur semua kelenjar yang berada di bawah kendali hipofisa.
Hormon tertentu yang
berada dibawah kendali hipofisa memiliki fungsi yang memiliki jadwal tertentu.
Misalnya, suatu siklus menstruasi wanita melibatkan peningkatan sekresi LH dan
FSH oleh kelenjar hipofisa setiap bulannya. Hormon estrogen dan progesteron
pada indung telur juga kadarnya mengalami turun-naik setiap bulannya.
Faktor-faktor lainnya juga merangsang pembentukan hormon. Prolaktin (hormon
yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisa) menyebabkan kelenjar susu di payudara
menghasilkan susu. Isapan bayi pada puting susu merangsang hipofisa untuk
menghasilkan lebih banyak prolaktin. Isapan bayi juga meningkatkan pelepasan
oksitosin yang menyebabkan mengkerutnya saluran susu sehingga susu bisa
dialirkan ke mulut bayi. Kelenjar semacam pulau pakreas dan kelenjar
paratiroid, tidak berada dibawah kendali hipofisa. Mereka memiliki sistem
sendiri untuk merasakan apakah tubuh memerlukan lebih banyak atau lebih sedikit
hormon. Misalnya kadar insulin meningkat segera setelah makan karena tubuh
harus mengolah gula dari makanan. Jika kadar insulin terlalu tinggi, kadar gula
darah akan turun sampai sangat rendah. Kadar hormon lainnya bervariasi
berdasarkan alasan yang kurang jelas. Kadar kortikosteroid dan hormon
pertumbuhan tertinggi ditemukan pada pagi hari dan terendah pada senja hari.
Alasan terjadinya hal ini belum sepenuhnya dimengerti. Hormon yang menghasilkan
fungsi aldosteron kelenjar adrenal membantu mengatur keseimbangan garam dan air
dengan cara menahan garam dan air serta membuang kalium.
Hormon antidiuretik
kelenjar hifosa menyebabkan ginjal menahan air bersama dengan aldosteron,
membantu mengendalikan tekanan darah.
Kortikosteroid Kelenjar adrenal Memiliki efek yg luas di seluruh tubuh,
terutama sebagai:
· Anti peradangan
· Mempertahankan kadar gula darah, tekanan darah & kekuatan otot
· Membantu mengendalikan keseimbangan garam dan air. kortikotropin kelenjar hipofisa
mengendalikan pembentukan dan pelepasan hormon oleh korteks adrenal.
Eritropoietin
Ginjal merangsang pembentukan sel darah merah. Estrogen indung telur mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem reproduksi wanita. Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah. Hormon pertumbuhan Kelenjar hipofisa Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan.
Ginjal merangsang pembentukan sel darah merah. Estrogen indung telur mengendalikan perkembangan ciri seksual dan sistem reproduksi wanita. Glukagon Pankreas Meningkatkan kadar gula darah. Hormon pertumbuhan Kelenjar hipofisa Mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan.
· Meningkatkan pembentukan protein insulin pankreas.
· Menurunkan kadar gula darah
· Mempengaruhi metabolisme glukosa, protein & lemak di seluruh tubuh.
· Mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan sperma & sementum,
pematangan sel telur, siklus menstruasi
· Mengendalikan ciri seksual pria & wanita (penyebaran rambut, pembentukan otot, tekstur dan ketebalan
kulit). Oksitosin Kelenjar hipofisa
Menyebabkan kontraksi otot rahim & saluran susu di payudara.
Hormon paratiroid Kelenjar paratiroid Mengendalikan pembentukan
tulang
·
Mengendalikan pelepasan kalsium dan fosfat. Progesteron Indung telur
Mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel telur yg telah
dibuahi.
· Mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu
Polaktin Kelenjar hipofisa Memulai & mempertahankan pembentukan susu di kelenjar susu. Renin & angiotensin Ginjal Mengendalikan tekanan darah. Hormon tiroid Kelenjar tiroid Mengatur pertumbuhan, pematangan & kecepatan metabolisme
TSH (tyroid-stimulating hormone). Kelenjar hipofisa Merangsang pembentukan & pelepasan hormon oleh kelenjar tiroid
Polaktin Kelenjar hipofisa Memulai & mempertahankan pembentukan susu di kelenjar susu. Renin & angiotensin Ginjal Mengendalikan tekanan darah. Hormon tiroid Kelenjar tiroid Mengatur pertumbuhan, pematangan & kecepatan metabolisme
TSH (tyroid-stimulating hormone). Kelenjar hipofisa Merangsang pembentukan & pelepasan hormon oleh kelenjar tiroid
PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN PADA IBU NIFAS
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti sebelum
hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta keluar. Turunnya
estrogen dan progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan menstimulasi air
susu. Perubahan fisioligis yang terjadi pada wanita setelah melahirkan
melibatkan perubahan yang progresif atau pembentukan jaringan-jaringan baru.
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Hormon yang berperan dalam sistem endokrin sebagai berikut :
a. Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap kala III persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin yang dapat membantu uterus kembali kebentuk normal.
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap kala III persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin yang dapat membantu uterus kembali kebentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel ovulasi dan menstruasi.
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel ovulasi dan menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume
darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti.
Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik
yang meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum
dan vulva, serta vagina.
d. Hormon plasenta
Hormon
plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human chorionic gonadotropin
(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7
postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3 postpatum.
Penurunan hormone human plecenta lactogen (Hpl), estrogen dan kortiosol, serta
placenta enzyme insulinasi membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar
gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen
dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar
terendahnya di capai kira-kira satu minggu pacapartum. Penurunan kadar
ekstrogen berkaitan dengan pembekakan payudara dan dieresis ekstraseluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak melahirkan
tidak menyusui kadar ekstrogen mulai meningkat pada minggu ke 2 setelah
melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada postpartum hari
ke 17.
e. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu
mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui
berbeda. Kadar proklatin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam
menekan ovulasi karena kadar hormone FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan
tidak menyusui, di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH
ketika kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif
sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui kadar prolaktin tetap meningkat
sampai minggu ke 6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh
kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan banyak makanan tambahan yang
diberikan. Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat
anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di antara wanita
laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12
minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama
anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
6. PERUBAHAN TANDA-TANDA VITAL
a)
Suhu
badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5⁰C - 38⁰C)
sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
kelelahan,apabila dalam keadaan normal suhu badan akan biasa lagi. Pada
hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI. Buah dada
menjadi bengkak,berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun
kemungkinan adanya infeksi pada endometrium,mastitis,traktus urogenitalis atau
system lain. Kita anggap nifas terganggu
kalau ada demam lebih dari 38⁰C
pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama post partum,kecuali hari
pertama dan suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4X sehari.
b)
Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali
permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap
denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan
oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
Sebagian wanita mungkin saja memiliki apa yng disebut
bradikardi nifas (puerperal bradycardia) hal ini terjadi segera setelah
kelahiran an biasa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran anak. Wanita
semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung serendah 40-50 detak permenit.
Sudah banyak alas an-alasan yang diberikan sebagai kemungklinan
penyebab,tetap[I belum satupun yang sudah terbukti. Bradycardia semacam itu
bukanlah astu alamat atau indikasi adanya penyakit,akan tetapi sebagai
satu tanda keadaan kesehatan.
c)
Tekanan
darah
Biasanya tidak berubah,kemungkinan tekanan darah akan
rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi postpartum.
d)
Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal,pernafasan juga akan
mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan.
7.
PERUBAHAN SYSTEM KARDIOVASKULER
Pada persalinan per
vaginam kehilangan darah sekitar 300-400cc. bila kelahiran bayi melalui sectin
caesaria kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari
volume darah dan hemokonsentrasi akan naik dan pada section caesaria
haemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah melahirkan shunt
akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relative akan bertambah,keadaan
ini akan menimbulkan beban pada jantung menimbulkan dekompensasi jantung pada
penderita vitium cordial. Untuk keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala. Umunya hal ini dapat terjaddi pada hari ke-3 sampai hari
ke-5 postpartum.
8.
PERUBAHAN HAEMOTOLOGI
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan,kadar
fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari
pertama postpartum,kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi
darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas meningkatkan factor
pembekuan darah Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat
mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap
tinggi dalam beberapa jumlah sel darah putih pertama dari masa postpartum.
Jumlah sel darah puith tersebut masih bisa naik lagi sampai 25.000-30000 tanoa
adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Jumlah hemoglobin,hemotokrit, dam eritrosit akan sangat bervariasi pada
awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah,volume placenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi
oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira-kirea selama kelahiran dan
masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 250-500 ml. penurunan volume
dan peningkatan sel darah merah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke3-7 postpartum
dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.
Bobak Irene, Lowdermik
Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2005. Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC
Cuningham, Gant, Leveno dkk.2004. Obstetri Williams edisi 21. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Cuningham, Gant, Leveno dkk.2004. Obstetri Williams edisi 21. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Varney,Helen, dkk.
2003.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4.Jakarta :EGC
Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Nifas Normal , bahiyatun, S. Pd, S.Si.T, EGC, 2008, jakarta